Barangkali aku tak pernah lupa untuk tahu bagaimana aroma
tubuhmu melekat pada mantel merahku yang selalu kau suka saat tubuhku terbalut
olehnya. Kau bilang kau selalu cemburu pada mantel merah ini karena ia bisa
memeluku saat tubuhku terasa dingin.
Kala itu kau bertanya, “adakah wujudku bisa menjelma menjadi
mantel merah ini saat kau sakit dan disaat aku jauh?”
Imajiku berusaha mencerna maksud dari gurauanmu, aku diam.
Kau tak perlu menjadi mantel merah ini untuk dapat menghangatkan
aku.
Lalu asa yang bergelora menjadi cita tetiba meluncur begitu
saja dari katup mulutku, “bagaimana jika kau menjadi suamiku saja agar kau tak
perlu cemburu hati pada mantel ini dan kau bebas memelukku, bahkan tak hanya
pada saat dingin menyergap”.
Would you?