Senin, 31 Maret 2014

Nge-Path, Bukan Nge-Peth


Siapa sih anak gaul kekinian yang gak tau jejaring sosial Path? Ya, path itu mungkin hampir sama kaya facebook, tapi bedanya disini ada beberapa fitur yang jadi ciri khas, misalnya:
- Sleep/wakeup
- Listening to
- Now watching
- Place (w/ pict) 
- Dan lain-lain.

Dengan adanya path ini kita bisa tau ke-hitz-an seseorang. Dari sana kita bisa tau seseorang lagi nongkrong dimana, makan apa, sama siapa, tidur dan bangun jam berapa, lagi ngapain,  dan masih banyak lagi.

Ya namanya juga jejaring sosial pasti ada yang bikin happy liatnya atau bahkan annoying, begitupun dengan akun path saya. Kasus yang terjadi di akun path saya misalnya gini:

Ada seorang teman. Adik tingkat. Dia sudah menikah dengan kawan seangkatan saya. Happy liatnya. Jago masak, combine makanan, share kebahagiaan, tutorial masak arau perawatan, pokoknya bikin orang seneng liatnya.

Satu lagi, sama, seorang kawan yang sudah menikah. Lagi mengandung. Bagi sebagian besar orang yang namanya mengandung atau hamil pasti seru kan ya? Mual-mual atau gerah dikit wajar. Sayangnya, nyonya ini selalu misuh-misuh sama kehamilannya, ngomel-ngomelin suami atau ponakannya yang berisik, stok makanan habis, dan masih banyak postingan yang bikin annoying.

Ya, itulah media sosial.

Semua mungkin bebas melakukan apapun di media sosial, kalau ada yang ngomel "UNFRIEND AJA APA SUSAHNYA SIH?" Drama dan klise abis.

Dalam kacamata saya, media sosial path ini tak lebih dari ajang gengsi. Ya, mencari pengakuan. Kasarnya sih pamer, meski saya yakin tenti saja tidak semua demikian. Media sosial ini bagi saya mungkin sebenernya cuma buat seru-seruan dan berbagi kebagian,  informasi , dan hal lucu.Segala hal di dunia ini pasti ada positif dan negatifnya. Dan hidup ini memilih, mau jadi yang positif atau yang negatif.

Sebab hidup itu memilih, maka saya lebih memilih untuk uninstal path. Alasannya sederhana: ga mau ribet pidoaseun dengan ngomentarin 'kegiatan' orang lain yang bahkan bisa merampas stok kebahagiaan diri sendiri.

Awalnya bikin akun ini pun ingin berekespresi dengan friend list yang ga terlalu banyak. Tapi berhubung spekulasi orang "kalau ga di accept pasti timbul prasangka dan dianggap sombong", jadi mau ga mau di accept-lah.

Mencegah lebih baik daripada mengobati, bukan? Oleh karena itu, saya lebih baik mencegah penyakit hati "iri" atau bahkan "dengki" mungkin "keki" dengan uninstal path ini. Selang sebulan dua bulan, ternyata semua terasa lebih tenang dan nyaman setelah saya berhenti menggunakan akun ini. Kadang ga terlalu banyak orang-orang "show off" itu lebih asik. Itu sih saya, gatau yang lain. Kalo kamu gimana?

Sabtu, 29 Maret 2014

Stalking itu Seru!

Semenjak dunia maya berjaya, mungkin timbul kebiasaan (yang sangat) akut buat banyak orang di muka bumi ini: hobi stalking.

Yap, stalking atau kepo atau apa namanyanya itu bagi sebagian orang mungkin terasa sangat menyenangkan dan bahkan sampai bikin lupa waktu. Kalau nyari di KBBI mungkin ga akan nemu tuh artinya stalking yang dimaksud dan bahkan kepo mah udah pasti ga akan ada. Tapi ya kira-kira arti dari kedua istilah yang hitz banget beberapa tahun belakangan ini adalah ‘mengorek dan mengikuti informasi tanpa diketahui oleh objek yang sedang di amati’. Barangkali gitu. Dan saya adalah salah satu dari jutaan orang yang hobi stalking.

Banyak yang sering saya stalkingin, yang kenal bahkan yang ga kenal dan belum pernah ketemu sekalipun. Oh iya, kalau postingan ini diibaratkan harian surat kabar, mungkin dibilang rubrik “SOSOK”.

Oke, saya mungkin bakal jujur saya suka stalking akun twitter dan facebook seseorang yang kata saya sih mirip sherina. Coba bandingin deh, mirip ga?



Meski ga kenal dan belum ketemu orang ini secara langsung, tapi dia cukup menginspirasi dan membuat saya kagum. Saya ga sengaja nemu orang ini di facebook. Dia sebaya dengan saya. Sama-sama angkatan 2009. Bedanya dia kuliah di salah satu institut ternama di kota Bandung yang letaknya di jalan taman sari dengan gajah sebagai logo kebesarannya.

Kenapa saya ‘suka’ sama orang ini? Selain karena mirip Sherina Munaf, orang ini juga jago banget lukis dengan detail yang nyaris sempurna.









Keren ya, kaya hasil jepretan kamera. Walapun dia jago (banget) dalam hal melukis dengan detail yang begitu tajamnya, tapi dia ga ngambil jurusan desain ataupun seni rupa. Dia malah ngambil jurusan teknik mesin. Katanya “melukis itu hobi yang bisa aku bikin lupa waktu”.

[I'M PROFESSIONAL STALKER ANYWAY, HAHAHHAHAHHAHAHA]

Pacar saya pun tau kalau saya ‘suka’ sama orang ini. Dan kita berdua pun sama-sama follow akun twitter dan facebook dia, hehehe… Selang waktu berlalu, saya pun udah lama ga stalking dia, eh tau-tau dia udah jadi presiden aytibi aja. Presiden mahasiswa se-institut gajah yang dipimpin oleh seorang wanita seumuran saya. Wow, bravo!

Mungkin keliatannya saya aneh, ‘kok stalking cewek’. Bro, stalking itu mencari inspirasi, belajar sambil iseng-iseng ngorek informasi dari yang ga penting sampai ke yang penting banget, yang kelak disimpen sebagai ‘pelajaran hidup’. Inspirasi bisa datang dari mana dan dari siapa aja. Ga pandang bulu. Bahkan dari tukang tambal ban di jalanan pun kita bisa dapat inspirasi.

Dari orang ini, saya stalking banyak tentang leadership, tentang mimpi, tentang bergerak, tentang memberdayakan sesama, tentang jelajah budaya Indonesia, prestasi, persahabatan, perbedaan, dan masih banyak lagi. Oh iya, makasih ya udah menginspirasi saya, Nyom :D

*eh by the way ada ga sih orang kaya saya yang suka stalkingin orang yang bener-bener asli "nemu" kaya gini? hehehe :P