Sabtu, 20 Februari 2010

Fenomena Bus Damri


Ingatkah anda dengan bus kota benama Damri?
Bagi para warga kota Bandung tentu sudah tak asing lagi dengan bus kota bernama Damri khususnya bagi para mahasiswa yang setiap harinya mengejar bus yang memiliki asap knalpot berwarna hitam itu. Warga Bandung lebih menyukai naik bus Damri karena ongkosnya yang murah, perjalanannya cepat juga tidak memiliki kebiasaan seperti angkot, ngetem.
Bus damri ini sendiri memiliki dua macam, yaitu kelas ekonomi dan ac. Untuk kelas ekonomi memiliki tarif Rp 1.800,00 dengan kursi plastik dan jendela yang dapat dibuka tutup, selain itu bus damri kelas ekonomi juga jarang sekali sepi dari “pengunjung” (pengamen dan peminta sumbangan) juga kondisi bus sering kali penuh sesak dan tak jarang mengalami kebocoran pada saat hujan dibagian atap yang khusus dibuka jika udara didalam bus terasa pengap.
Bagi bus damri ac yang bertarif Rp 3.000,00 ini memiliki kursi seperti bus pariwisata yang nyaman, juga jarang terlihat penuh sesak oleh penumpang karena jumlahnya yang sudah dibatasi, kondisi busnya pun cukup terawat, untuk kenyamanan udara tentu jauh lebih baik dari kelas ekonomi, dan bus ac pun relatif lebih mengefisienkan waktu karena kalau bus telah terisi penuh, bus damri tersebut tidak akan memasukan penumpang lagi dan yang paling penting didalm bus ac ini jarang dikunjungi para pengamen dan peminta sumbangan, karena pintu bus damri ac dibuka seca manual oleh supinya, jadi yang bisa masuk kedalam bus hanya penumpang saja kartena telah diatur oleh supir bus tersebut.
Terbilang beruntung jika kita mendapat kesempatan untuk duduk didalam bus, tapi apa jadinya kalau tidak mendapatkan tempat duduk? Kaki terasa pegal mungkin sudah jelas, nah… hal terburuk yang mungkin menimpa para orang yang berdiri itu yakni akan tercium bau kecut keringat yang keluar dari ketiak para penumpang, tak heran karena tangan mereka bergelantungan pada tiang yang terletak diatap bus.
Bila kita tidak mendapati tempat duduk atau dengan kata lain berdiri didalam bus, kita akan dapat melihat berbagai jenis ekspresi dan tingkah laku para penumpang. Sering kita temui berbagai hal didalamnya, seperti ada yang hanya diam saja yang menunggu sampai ditempat tujuan, ada yang cemberut atau bahkan tersenyum senang sambil menatap layar ponselnya, ada yang tidur, ada yang asyik mengobrol dengan teman sebelahnya, ada anak kecil yang menangis, orang yang memasang wajah tenang sambil menghisap rokok, bahkan tak jarang kita menemukan orang yang sedang asyik memotret dirinya sendiri. Sekarang anda termasuk golongan penumpang yang bagaimana?
Selain ekspresi wajah dan tingkah laku para penumpang, bus damri juga senantiasa dikunjungi oleh para pengamen, mulai dari yang menggunakan gitar, biola, tutup botol, hingga dengan botol kosong yang diisi dengan pasir. Tak hanya pengamen, para peminta sumbangan (entah yang legal atau ilegal) pun ikut memeriahkan fenomena-fenomena bus Damri tersebut. Ada yang meminta dengan cara berceramah, menceritakan kawan-kawan atau orang sekitarnya, dan lain-lain. Alasannya pun beragam mulai dari sumbangan masjid, panti asuhan, panti jompo, persatuan anak jalanan, bahkan ada yang memiliki alasan untuk menolong orang-orang yang terkena bencana alam.
Fenomena-fenomena didalam bus Damri ini terkadang membuat kita terganggu atau malah terhibur dengan kedatangan para pengamen dan para peminta sumbangan yang melakukan aksi-aksi uniknya. Tapi jangan sampai anda tidak mengawasi barang bawaan anda apalagi menjaga diri anda tentunya. Bayangkan bila hal ini menimpa anda? Yang pasti anda harus tetap waspada dengan keadaan sekitar, karena didalam bus kota ini sering terjadi pencurian dengan cara halus, baik itu mengendap-ngendap agar tidak diketahui oleh korbannya dan yang paling ekstrim yaitu dengan modus hipnotis. Bahkan sekarang-sekarang ini sering ditemukan beberapa modus operandi seperti pura-pura muntah, pura-pura memberikan segelas air putih yang padahal telah diisi dengan obat bius dan juga dengan modus mencecerkan uang receh hingga berjatuhan sehingga kita merasa empati dengan membantunya memungut cecerah uang receh yang padahal saat kita memungut uang recehan tersebut dengan posisi membungkuk, mereka melancarakan aksinya dengan menyadap tas atau barang bawaan kita, sampai pada modus pencopetan yang secara terangan-terangan dengan merobek tas dengan benda tajam.
Anda benar-benar dituntut kewaspadaannya saat menumpangi bus kota bernama Damri itu, waspadai orang-orang yang berada disekitar anda. Dan pastikan anda berdoa sebelum bepergian kemanapun dan naik kendaraan apapun anda pergi.
^__^ semoga bermanfaat

Minggu, 14 Februari 2010

Kutipan Recto Verso By: Dee

Aku tak tahu kemalangan jenis apa yang menimpa kamu, tapi aku ingin percaya ada insiden yang cukup dahsyat di dunia serba seluler ini hingga kamu tidak bisa menghubungiku. Mungkinkah matahari lupa ingatan lalu keasyikan terbenam dan terlambat terbit? Bahkan kiamat pun hanya bicara soal arah yang terbalik, bukan soal perubahan jadwal. Atau mungkinkah ini akan jadi suatu kiamat kecil yang ramai orang gunjingkan, tentang lelaki berbaju perempuan, perempuan berbaju lelaki, lelaki bercinta dengan lelaki dan perempuan bercinta dengan perempuan, dan kalau mereka menengok sejarah manusia ribuan tahun terakhir ini, tidakkah tanda semacam itu sudah apkir, klise, dan kiamat harus menyiapkan tanda-tanda baru bila masih ingin jadi hari yang paling diantisipasi, dengan misalnya mengadopsi absurditas yang terjadi malam ini? Malam dimana kamu terlambat mengucapkan apa yang seharusnya kamu ucapkan......

Satu tahun. Dua kata itu bercokol bagai belut-belut listrik yang menyengatku setiap kali mereka teraktivasi. Sengatan yang kadang membuat semangat, membuat nelangsa, membuat rindu, dan kadang juga melumpuhkan. Persis yang ku alami sekarang.

Satu tahun ku tunggu hari ini. Seperti tahanan yang mengangankan langit luas dan ketika gerbang penjara terbuka, ia malah ingin lari kembali ke kukungan tembok yang membatasi langitnya. Cakrawala yang tak terbatas, tanpa pembiasan, bisa lebih mengerikan ketimbang sepetak langit yang dijatahkan setiap hari lewat rutinitas. Kemerdekaan ini membuat sistem ku kejut dan kejang.

Ingin rasanya aku berlari, berteriak agar kau kembali, mencengkram bahumu agar kau tahu aku ada disini. Namun bahasaku tinggal rasa. Dan entah bagaimana caranya agar rasa bisa bersuara jika raga tak lagi ada. Aku hanya ingin merengkuhmu. Adakah engkau tahu? Aku ada. Telah kau catat tanggal kepergianku, dan memang aku tak pernah kembali dalam bentuk yang kau harapkan. Namun adakah engaku tahu? Aku ada. Meski mendapatkanmu seperti lawatan ke museum tempat segala keindahan dikurung etalase kaca hingga berlapis saat disentuh, aku tetap merasa utuh.

Percayakah kamu? Dengarkah kamu? Aku ada. Kedalam perasaan inilah engkau dan aku bermuara, kedalam perasaan inilah engakau akan pulang dan bertemu aku. Rasakan aku, sebut namaku seperti mantra yang menuju satu titik untuk kemudian melebur, meluber, dan melebar. Rasakan perasaanku yang bergerak bersama alam untuk menyapamu....

Hati adalah air, aku lantas menyimpulkan. Baru mengalir jika menggulir dari tempat tinggi ke tempat lebih rendah. Ada gravitasi yang secara alamiah mengiringinya. Dan jika peristiwa jatuh hati di umpamakan air terjun, maka bersamamu aku sudah merasakan air terjun, jumpalitan, lompat indah. Berkali-kali. Namun kanal hidup membawa aliran itu ke sebuah tempat datar, dan hatiku berhenti mengalir. Siapa yang mengatur itu? Aku pun tak tahu. Barang kali kita berdua, tanpa kita sadari. Barang kali hidup itu sendiri, sehingga sia-sia menyalahkan siapa-siapa.

Aku ingin mengalir. Hatiku belum mau mati. Aliran ini harus kembali memacah dua agar kita sama-sama bergerak. Sebelum kita jengah dan akhirnya berpisah dalam amarah.