Selasa, 28 Desember 2010

Je-a-aja-en-ja-iji

Huampp... brrr! Jam di laptop saya memberi tanda pukul 21.31 dan saya mulai sedikit mengantuk. Taapi tiba-tiba saya kepikiran tentang masalah janji. Ya, janji. Sudah menjadi sebuah kewajiban kalau yang namanya janji itu harus ditepati. Yang namanya janji itu persetujuan, ya bisa dibilang komitmen. J-A-N-J-I banyak lagu dan pepatah yang bilang 'kalau bilang janji itu gampang tapi butuh kemampuan yang cukup ‘luar biasa’ untuk bisa nepatin janji' karena untuk menepati sebuah janji pasti banyak godaanya, contohnya kasus berikut:

Si A bilang sama B kalau nanti kucing punya si A mau diurus sama si B dan dengan beberapa syarat akhirnya si B pun menyanggupi. Selang beberapa hari (bulan) kemudian si A bilang kalau kucingnya itu nanti siapa yang ngurus ya? Dan ini bukan sebbuah gejala amnesia akut atau lupa sejenak, ini sebuah kesengajaan. Jelas B kesel, karena omongan si A ke si B waktu itu serasa ga dianggap. Kesimpulannya: A ingkar janji.

Pepatah sey sey: janji adalah sebuah hutang. Kalau janji ga ditepatin berarti akan terjadi sebuah hutang. Janji yang ga ditepatin otomatis si penderita yang diingkari janjinya itu dongkol dong? Kesel dong? Intinya sih ga usah ngomong dan ga usah ngejanjiin kalau emang ga bisa nepatin. Jadi untuk pemirsa yang budiman, berhati-hatilah dengan omongan, khususnya janji, karena janji yang tidak ditepati itu bisa menyebabkan perselisihan dan hilangnya rasa kepercayaan. Dan bahaya loh kalau kepercayaan dari seseorang itu hilang. Salah satu hal terpenting dalam hidup kita ini adalah: kepercayaan.

Ingkar janji juga bsia termasuk sifat orang munafik loh, masih inget dengan ciri-ciri orang munafik? Sekedar mengingatkan, ciri orang munafik itu ada tiga: (1) apabila ia berkata ia dusta, (2) apabila berjanji ia ingkar dan (3) apabila diberi amanat ia khianat. See? Poin kedua dapat kita serap dengan jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar