Mungkin di abad milenium ini acara jodoh-ngejodohin udah bisa dibilang hampir punah ya meski beberapa daerah di perkampungan mungkin masih sering terjadi. Tapi kalau denger cerita tentang jodoh-ngejodohin pasti seru, saya salah satu orang yang paling seneng denger cerita tentang acara perjodohan, cerita yang menarik datang dari mama saya sendiri, gini ceritanya:
Kakek saya adalah seorang guru PMP (kalau sekarang PKn) merangkap guru ngaji di masjid. Kakek saya juga termasuk salah satu orang tua yang tegas. Sangat tegas. Bahkan cenderung keras dalam mendidik putra-putrinya. Singkat cerita, kakek saya punya seorang murid ngaji, sebut saja Hilman dan Hilman ini diam-diam menaruh hati sama mama saya yang waktu itu masih duduk di banku SMP kelas 2, Hilman sering mengirimkan surat dan member hadiah mama saya, tapi tak pernah ditanggapi. Sampai suatu ketika kakek saya mengetahui perasaan anak didiknya tersebut dan bermaksud menjodohkan dengan mama (mama waktu remaja, hehe) saya yang terpaut beda usia 10 tahun. Yayayaya jaman dulu beda usia 10 tahun tuh udah biasa banget, kalau jaman sekarang sih bedanya ya kayak 3-4 tahunan lah. Oia, kebetulan ayah Hilman juga memang kerabat dekat kakek saya.
Perjodohan pun di mulai, kedua keluarga sudah siap terkecuali mama saya. Mama saya adalah wanita paling cuek sedunia. Meski tau akan dijodohkan, mama remaja bersikap biasa-biasa aja tuh, pertemuan keluarga itu dianggap orang bertamu biasa. Tapi meskipun bersikap cuek bebek, mama tau apa yang harus ia lakukan, mama harus menurut apa kata sang kakek, karena mama tau dengan ini kakek akan bahagia.
Semenjak perjodohan, Hilman semakin sering mengirimi mama saya surat sekaligus makanan, tak lupa juga sesajen untuk kakek dan nenek saya, tapi tetap saya mama bersikap cuek bebek dengan surat-surat yang isinya puitis setengah mati itu. Bukan Hilman namanya kalau tak pandai merangkai kata-kata. Kata kakek, dulu Hilman adalah orang yang sangat cerdas di sekolahnya, banyak wanita yang menaruh simpati padanya, dan kata kakek saya, mama adalah wanita yang aneh karena bersikap biasa-biasa saja pada hilman.
Hilman meneruskan sekolahnya di jurusan hukum di salah satu universitas negeri di Bandung, karena jarak dari rumah yang cukup jauh, Hilman memutuskan untuk kost di sekitar kampusnya itu. Awal kuliah, Hilman masih cukup intens mengirimi mama surat, lewat pos. Tapi lama kelamaan semakin jarang karena mungkin disibukan dengan tugas sekolah dan kegiatannya sebagai aktivis kampus. Hilman pun menghilang. Apa mama saya merasa kehilangan? Jawabannya TIDAK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar