Rabu, 15 Juni 2011

Jodoh Ga Jadi *bagian 2

PART II

Kakek saya tidak ikut campur tangan dalam urusan ini, dari dulu kakek memang menganut paham “let it flow”. Sampai suatu ketika ada surat yang menghampiri teras rumah, tanpa perangko dan tanpa cap pos, tapi entah kenapa mama saya merasa deg-degan membaca surat tanpa nama pengirim itu dan surat itu selalu muncul di setiap pagi, di hari Rabu.

Di suratnya yang ke lima, sang pengirim surat meminta mama untuk bertemu, hari jumat jam 4 sore didepan teras rumah. Mama saya semangat 45 sekali menyambut hari jumat itu. Mama saya dandan yang rapi, serapi mungkin, tidak seperti biasanya.

Hari yang ditunggu pun tiba, jam pun menunjukan pukul 4 sore. Mama saya duduk manis di depan teras rumah, menungu siapa yang akan datang daaaaaaaaaan jeng-jeng-jeng, seorang laki-laki berkemeja biru menutupi wajahnya dengan setumpuk rantang berwarna alumunium. Setelah laki-laki itu tepat berada di depan mama saya, rantang alumunium itu perlahan turun dan mulai terlihatlah wajah lelaki berkemeja biru langit itu. Matanya agak sipit, badannya kurus dan berkumis tipis.

Mama saya nyeritain ini sambil ketawa-ketawa loh, siapa gerangan laki-laki itu? Ternyata laki-laki itu adalah tetangga mama, hanya terhalang satu rumah dari rumah kakek. Laki-laki itu mulai memperkenalkan dirinya yang sebenarnya mama saya juga sudah tau siapa namanya. Mama saya speechless dengan pertemuan secret admirer ini. Wow gimana bisa? Mama saya juga sebenernya suka merhatiin laki-laki cungkring ini dan minta ingin dijodohin sama lak-laki tetangga ini, hahahhaha jodoh emang jorok!

Setalah pertemuan sore itu, setiap jumat jam 4 sore mama sering ketemu sama laki-laki itu dan surat pun masih sering melayang di hari rabu, ya dari laki-laki yang saat ini sedang bikin mama ‘kesengsem’ dan jadianlah mereka.

6 bulan pacaran, laki-laki itu memberanikan diri melamar mama dengan menemui kakek dan nenek. Awalnya laki-laki itu takut, karena title kakek yang lumayan terkenal garang, tapi dengan segenap kesungguhan akhirnya keberanian itu muncul juga. Mendengar pemaparan bahwa laki-laki ini telah mapan dan bekerja di sebuah instansi pemerintah, kakek pun merestui lamaran ini dan merencanakan untuk segera menikah, dengan syarat harus menunggu beberapa bulan lagi, karena mama sebentar lagi akan menghadapi ebtanas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar