Sabtu, 14 Mei 2011

Mencuri Surga

Sering kali aku ribut dengan abangku. Ia selalu menyakiti ibuku, lahir maupun batin. Ia jarang pulang ke rumah. Tapi sekalinya abangku pulang, ia pulang subuh dan sering datang dengan kadaaan mabuk dengan badan memar-memar. Sepertinya ia baru saja kalah bejudi di terminal depan sana. Tak segan ia menampar ibuku yang baru saja akan pergi kepasar dan abangku mengambil isi dompet ibu hingga akhirnya ia hanya diam dirumah dan tak jadi pergi ke pasar, aku sangat benci melihat fenomena menjijikan ini karena dengan kejadian ini aku dan ibu harus puas dengan hanya makan sekali dengan sisa makanan kemarin.
Aku sering mendengar omongan orang yang mengataiku orang tidak waras, memang aku peduli? Tidak, yang penting aku bahagia. Aku sangat menyayangi ibuku, tapi tidak abangku. Kalau ibaratkan makanan, aku tak akan pernah memakanannya, mungkin ia lebih haram dari seekor babi yang hamil diluar nikah.
Karena aku sangat membenci abangku, aku sembunyikan ibu didapur ketika ia datang mengamuk sambil menggedor-gedor pintu dan mengeluarkan kata-kata kasar dan hina. Dari ujung meja sana, kulihat pisau hitam tajam tergeletak disana, pisau itu tampak cantik dan bersinar dimataku. Tiba-tiba aku teringat kata mutiara sewaktu aku duduk di sekolah dasar, kalau surga itu ada ditelapak kaki ibu. Aku menjemput pisau yang tergeletak manis dimeja dan dengan aku sembunyikan kaki ibu didalam sebuah brangkas besi peninggalan ayahku yang disimpan dilemari baju ibu. Ku kunci brangkas itu dengan kode yang mustahil dapat ditebak si abang. Aku tak mau si abang menemukannya, karena aku tak mau bertemu dia disurga sana.

Bosan menggedor pintu dan tak dihiraukan, si abang pergi dengan salam tendangan kaki ke kaca jendela depan, terdengar punyi prang  yang cukup memekakan telinga. Aku lega, sangat lega. Saking leganya aku tertidur didepan lemari peninggalan ayah. Saat tersadar dari tidur, aku melihat pisau tergeletak, darah berceceran. Ku buka brangkas tadi, ku temukan kaki yang ada didalam. Kaki sebelah kanan itu itu, hanya saja... aaah, kata mutiara itu bohong, ditelapak kaki ibu tak kutemukan ada tulisan surga.
Sekarang aku lapar, tapi mana ibuku?? Berkali-kali aku memanggilnya ia tak kunjung muncul, apa ibu pergi ke pasar? Tapi kenapa ia tak pamit padaku? Oh.. ternyata ibu ketiduran didapur. Aku baru tahu kalau ibun punya sifat jorok, seumur hidup aku baru melihat ibu sejorok ini, daging yang dibelinya dipasar kenapa darahnya berlumuran didapur begini? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar